Header Ads

Cahaya Bulan Dalam Pandangan Al-Qur’an

Cahaya Bulan Dalam Pandangan Al-Qur’an


Bulan memiliki cahayanya sendiri, cahaya bulan bukan berasal dari pantulan matahari. Hal itu sudah termaktub secara jelas di dalam al quran.

Allah SWT menyebut cahaya pada diri bulan dengan lafadz “nur” (نور). Sementara untuk penyebutan sinar pada matahari, Allah tidak menyebutnya dengan kata”nur”. Seperti dalam firmannya:

هُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ ٱلشَّمْسَ ضِيَآءً وَٱلْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ‌و مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ ٱلسِّنِينَ وَٱلْحِسَابَۚ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِٱلْحَقِّۚ يُفَصِّلُ ٱلْءَايَٰتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Yunus 10:5)

وَجَعَلَ ٱلْقَمَرَ فِيهِنَّ نُورًا وَجَعَلَ ٱلشَّمْسَ سِرَاجًا

“Dan di sana Dia menciptakan bulan yang bercahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita (yang cemerlang)?” (Nuh 71:16)

وَجَعَلْنَا سِرَاجًا وَهَّاجًا

“dan Kami menjadikan pelita yang terang-benderang (matahari).” (An-Naba’ 78:13)

تَبَارَكَ ٱلَّذِى جَعَلَ فِى ٱلسَّمَآءِ بُرُوجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَٰجًا وَقَمَرًا مُّنِيرًا

“Mahasuci Allah yang menjadikan di langit gugusan bintang-bintang dan Dia juga menjadikan padanya matahari bersinar dan bulan bercahaya.” (Al-Furqan 25:61)

Untuk lafadz sinar matahari Allah menyebutnya dalam al qur’an dengan dua sebutan yakni ضياء dan سراجا. Sementara untuk bulan Allah SWT tetap menyebutnya dengan sebutan نورا atau منيرا yang sama-sama berasal dari fiil madhi dan masdar نار – نورا.

Berbeda dengan matahari, dimana سراجا dan ضياء mempunyai asal kata yang berbeda. ضياء berasal dari fi’il madhi dan masdar :

ضاء – ضوءا

Sedangkan سراجا berasal dari fi’il madhi dan masdar yaitu :

سرج – سرجا

Lalu apa perbedaan diantara penyebutan pada masing masing bulan dan matahari tersebut?. Adakah perbedaan yang mencolok diantara keduanya?. Apakah benar نور artinya adalah “pantulan cahaya” sebagaimana yang selalu diklaim oleh kaum bumi bulat?.

Apabila kita sejenak melihat kosa kata itu dalam kamus bahasa arab, bagaimana sesungguhnya pengertian lafadz “nur” dalam tulisan arab, maka kita akan menemukan jawabannya.

Lafadz “nur”, “siraajan” dan “dhiyaa-an” pada lafadz yang tertera di dalam qur’an diatas, pada dasarnya mempunyai makna yang sama yakni cahaya.

Hal ini bisa dicek dikamus al munawir “siraajan” artinya lampu atau pelita, “dhiyaa-an” artinya bersinar atau bercahaya, dan “nuuran” artinya cahaya atau sinar. Tak ada perbedaan signifikan diantara kesemuanya.

Dan satu hal yang paling penting yang bisa disampaikan bahwa “nuuran” artinya bukan pantulan melainkan cahaya yang dimiliki oleh bulan itu sendiri.

Yang membuat saya bertanya-tanya sampai hari ini adalah sejak kapan lafadz “nuuran” diartikan pantulan.

Jika memang “nur” diartikan sebagai pantulan lalu bagaimana dengan ayat ini :

مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ ٱلَّذِى ٱسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّآ أَضَآءَتْ مَا حَوْلَهُ‌و ذَهَبَ ٱللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِى ظُلُمَٰتٍ لَّا يُبْصِرُونَ

“Perumpamaan mereka seperti orang-orang yang menyalakan api, setelah menerangi sekelilingnya, Allah melenyapkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (Al-Baqarah 2:17)

Dalam ayat tersebut Allah swt sedang membuat perumpaan terhadap orang yang tersesat dengan perumpaan seperti orang yang menyalakan api yang menerangi sekelilingnya, kemudian Allah melenyapkan cahaya tersebut dengan memadamkan apinya.

Allah swt menyebut api itu sebagai sumber dari cahaya atau “nuuran”. Lalu sejak kapan “nuuran” bisa diartikan sebagai pantulan?. Sungguh penafsiran yang tak bisa dibenarkan. Karena hal itu sangat jelas sekali bertentangan dengan maksud yang Allah sampaikan di dalam al quran.

Jika kita masih belum yakin bahwa bulan mempunyai cahaya sendiri, lalu bagaimana dengan ayat ini:

وَخَسَفَ ٱلْقَمَرُ

“dan bulan pun telah hilang cahayanya,” (Al-Qiyamah 75:8)

Mengapa Allah SWT dalam firmannya mengatakan cahaya bulan akan hilang ketika kiamat itu terjadi. Mengapa Allah tidak mengatakan:

وخشف الشمس

“dan matahari pun telah hilang cahayanya”

Jika memang cahaya itu berasal dari matahari. Mengapa harus bulan yang disebut, mengapa bukan matahari, jika memang benar bulan tidak memiliki cahayanya sendiri.

Apabila kita masih belum yakin tentang hal itu, kita lanjut pada ayat selanjutnya di sana ada penjelasan yang mana Allah berfirman:

وَجُمِعَ ٱلشَّمْسُ وَٱلْقَمَرُ

“lalu matahari dan bulan dikumpulkan,” (Al-Qiyamah 75:9)

Kalaupun ayat ini dikatakan sebagai peristiwa gerhana bulan karena dikatakan berkumpul, bukankah matahari dan bulan tidak berkumpul menjadi satu, ketika gerhana bulan itu terjadi?. Yang terjadi justru menurut kaum bumi bulat cahaya bulan terhalangi oleh bumi, bukan matahari.

Apalagi jika dikatakan sebagai gerhana matahari. Bukankah terjadinya gerhana matahari yang menghilang bukanlah cahaya bulan melainkan cahaya mataharinya?.

Kalau memang itu yang kaum bumi bulat maksudkan. Itu artinya setiap kali terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan, berarti setiap kali itu pula pristiwa kiamat terjadi.

Tentu bukan hal itu yang dimaksudkan oleh Allah di dalam al qur’an. Mari kita lihat pada ayat yang lain berkaitan dengan sinar matahari.

إِذَا ٱلشَّمْسُ كُوِّرَتْ

“Apabila matahari digulung,” (At-Takwir 81:1)

Ketika matahari digulung menurut beberapa riwayat dikatakan saat itulah sinar matahari menjadi lenyap/hilang. Bahkan, bukan hanya matahari saja yang digulung, bulan pun juga ikut digulung pada waktu itu, yakni hari kiamat. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw :

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ الْمُخْتَارِ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ الدَّانَاجُ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ مُكَوَّرَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Telah bercerita kepada kami [Musaddad] telah bercerita kepada kami [‘Abdul ‘Aziz Al Mukhtar] telah bercerita kepada kami [‘Abdullah Ad Danaj] berkata telah bercerita kepadaku [Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman] dari [Abu Hurairah radliallahu ‘anhu] dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Matahari dan bulan akan digulung pada hari kiamat”.( Hadis Bukhari Nomor 2961)

Berdasarkan penjelasan diatas, maka bisa kita ambil sebuah kesimpulan bahwasanya bulan memiliki cahayanya sendiri, bukan dari pantulan sinar matahari karena “nur” dalam literasi arab manapun bukanlah sebuah pantulan melainkan cahaya yang terpancar dari dirinya sendiri. Itulah makna yang bisa kita ambil dari penjelasan yang Allah sampaikan dalam kitab suci al quran.

(wallahualam)

Buka juga :

Post a Comment

0 Comments