Header Ads

Inilah Definisi Kafir Menurut Islam

Inilah Definisi Kafir Menurut Islam


Inilah Definisi Kafir Menurut Islam


Begitu gegap gempitanya persoalan memilih pemimpin, saya tergelitik untuk menjelajahi definisi atau arti atau makna dari kafir. Pasalnya kafir cukup banyak disebut ketika membicarakan pemimpin atau pimpinan. Walaupun sebenarnya saya berusaha menghindari perkataan kafir.

Menurut Wikipedia, Kāfir(bahasa Arab:كافرkāfir; pluralكفّارkuffār) secara harfiah berarti orang yang menyembunyikan atau mengingkari kebenaran. Dalam terminologi kultural kata ini digunakan dalam agama Islamuntuk merujuk kepada orang-orang yang mengingkari nikmat Alloh (sebagai lawan dari kata syakir, yang berarti orang yang bersyukur).

Kāfir berasal dari kata kufur yang berarti ingkar, menolak atau menutup.

Pada zaman sebelum Islam, istilah tersebut digunakan untuk para petani yang sedang menanam benih di ladang, menutup/mengubur dengan tanah. Sehingga kalimat kāfir bisa dimplikasikan menjadi "seseorang yang bersembunyi atau menutup diri".

Jadi menurut syariat Islam, manusia kāfir terdiri dari beberapa makna, yaitu:
  • Orang yang tidak mau membaca syahadat.
  • Orang Islam yang tidak mau sholat.
  • Orang Islam yang tidak mau puasa.
  • Orang Islam yang tidak mau berzakat.
  • Kata kāfir dalam Al-Qur'an


Di dalam Al-Qur'an, kitab suci agama Islam, kata kafir dan variasinya digunakan dalam beberapa penggunaan yang berbeda:

Kufur at-tauhid (Menolak tauhid): Dialamatkan kepada mereka yang menolak bahwa Tuhan itu satu.

Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. (Al-Baqoroh ayat 6)

Kufur al-ni`mah (mengingkari nikmat): Dialamatkan kepada mereka yang tidak mau bersyukur kepada Tuhan

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku (la takfurun). (Al-Baqoroh ayat 152)

Kufur at-tabarri (melepaskan diri)
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrohim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dan daripada apa yang kamu sembah selain Alloh, kami ingkari (kekafiran)mu (kafarna bikum)..." (Al-Mumtahanah ayat 4)

Kufur al-juhud: Mengingkari sesuatu
..maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar (kafaru) kepadanya. (Al-Baqoroh ayat 89)

Kufur at-taghtiyah: (menanam/mengubur sesuatu)
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani (kuffar). (Al-Hadid 20)

Menurut Ensiklopedi Islam Indonesia, dalam teologi Islam, sebutan kafir diberikan kepada siapa saja yang mengingkari atau tidak percaya kepada kerosulan nabi Muhammad (570-632 M) atau dengan kata lain tidak percaya bahwa agama yang diajarkan olehnya berasal dari Alloh pencipta alam. Kendati orang Yahudi atau Kristen meyakini adanya Tuhan, mengakui adanya wahyu, membenarkan adanya hari akhirat, dan lain-lain, mereka - dalam teologi Islam - tetap saja diberi predikat kafir, karena mereka menolak kerosulan Nabi Muhammad Saw. atau agama wahyu yang dibawanya.

Kafir pun dapat dikatakan oleh non Muslim kepada Muslim. Contohnya: Orang Yahudi menganggap bahwa orang non-Yahudi adalah orang kafir. Menurut paham Yudaisme: Menurut Tanakh (Perjanjian Lama Ibrani), yang disebut kafir adalah bangsa-bangsa di luar Israel.

Ada lagi pengertian kafir dari kata Latin paganus, penduduk kampung, sebutan orang-orang yang bukan Kristen, pada waktu mereka terpaksa menyingkir ke daerah-daerah kampung (pagus) akibat meluaskan agama Kristen dalam Kekaisaran Romawi.

Istilah Yunani εθνικος - ethnikos menunjukkan orang-orang yang bukan Yahudi.

Orang-orang kafir berbeda dengan umat pilihan dalam satu hal dasariah: mereka tidak mengenal Alloh, namun mereka pun dapat menjadi teladan; mereka pun dibimbing Alloh dan mereka pun dipanggil-Nya untuk beriman.

Kebiasaan membedakan Yahudi-Kafir bertahan selama adanya Gereja yang merupakan wadah pemersatuan kedua kelompok itu.

Namun sebagai Muslim, saya tahunya kata kafir itu sudah jelas dalam Al-Qur'an.


Simaklah percakapan di bawah ini:

Syamsul: Apakah anda mengetahui dengan jelas makna "kafir" dalam Islam???????

Coba anda jelaskan apa pengertian "kafir" dalam Kristen. Jelaskan beserta ayat di Injil. Saya melihat anda begitu tersinggung dikatakan "kafir" oleh Islam (Al-Qur'an). Saya pribadi tidak berani mengatakan seseorang itu kafir atau bukan. Yang berhak menentukan kafir tidak seseorang hanyalah Alloh SWT. Dan ini sudah jelas dalam Al-Qur'an. Tinggal kita masing-masing yang menilai diri sendiri apakah kita tergolong kafir atau bukan (termasuk yang mengaku Muslim sekalipun).

Yohannes:

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kafir adalah orang yang tidak percaya kepada Alloh dan rosul-Nya. Ada kafir harbi yaitu orang kafir yang mengganggu dan mengacau keselamatan Islam sehingga wajib diperangi, ada kafir muahidyaitu orang kafir yang telah mengadakan perjanjian dengan umat Islam bahwa mereka tidak akan menyerang atau bermusuhan dengan umat Islam selama perjanjian berlaku, dan ada kafir zimi yaitu orang kafir yang tunduk kepada pemerintahan Islam dengan kewajiban membayar pajak bagi yang mampu. (Sumber: Kamus Besar Bahasa Indonesia, © Balai Pustaka 1997)

Simaklah kalimat dari Kompasioner (Mba) Artikha: 
Saya terkadang berpikir ekstrem lebih baik Indonesia ini dipimpin oleh seorang Lew Kuan Yeuw, yang etnis China dan non Muslim, tapi mampu memakmurkan masyarakatnya dan membersihkan negaranya dari korupsi. Apa artinya dipimpin oleh seorang seiman tapi membuat Negara Indonesia tercinta menjadi Negara yang terpuruk, menjadi salah satu Negara paling tinggi peringkatnya di bidang Korupsi….Bukankan kalo Rakyat ini Miskin malah bisa mendekati ke Kufuran???

Memang saya pun pernah berpikir ala Mba Artikha. Mungkin juga kompasioner yang lain, pembaca, dan masyarakat pada umumnya. Namun dari hasil diskusi, kajian dengan teman-teman saya dan petualangan spiritual saya, saya sepakat dengan jawaban Muslims Says atas pertanyaan: Bagaimana bila dipimpin orang-orang kafir yang berakhlak mulia?
Jawabannya: bisa saja orang-orang kafir berakhlak baik, seperti jujur, tidak korupsi, tidak berzina, berbuat baik dengan tetangga, menyantuni orang miskin, dll. Namun akhlak baik itu tidak cukup untuk menghapuskan status dia dari katagori orang kafir, manakala mereka tetap ingkar kepada Alloh, atau ingkar kepada rosul-rosulnya termasuk Nabi Muhammad Saw. dan ajarannya.

Dalam Al-Quran Suroh Al-Maidah ayat 5: dihalalkan bagi kalian.....perempuan-perempuan yang terjaga kehormatannya dari Ahli Kitab (Yahudi / Nasrani). Artinya ada dari kalangan mereka yang secara manusiawi melakukan akhlak atau perilaku yang baik..
Kategorisasi manusia dalam hal mensikapi petunjuk dari Allah Swt. memang hanya dua: Bertaqwa dan Kafir (lihat suroh Al-Baqor0h ayat 2 s.d. 6). Dan kelompok kafir sendiri ada beberapa macam lagi, misalnya menurut sikap terhadap kitab-kitab yang pernah diturunkan: ada "Ahli Kitab" dan ada "Musyrikin" (lihat suroh Al-Bayyinah). Sementara dalam hal kesadaran mereka terhadap kebenaran adapula kategori "fasik", yaitu mereka yang sudah faham mana yang benar dan mana yang salah tapi tetap saja melakukan kerusakan (Al-Baqoroh ayat 26 dan 27).


Memilih pemimpin

Sekali lagi ini pengalaman subyektif saya. Tidak sedikit pun ada unsur pembenaran pribadi apalagi pembenaran terhadap Islam. Pasalnya Islam itu sudah benar, tidak perlu lagi pembenaran. Justru yang perlu dibenarkan itu umat Islam, bukan Islamnya.

Islam dan umat Islam (Muslim) itu tidak selalu sepadu-sepadan. Muslim dapat saja memiliki kelemahan-kelemahan alias tidak sempurna. Dalam konteks memilih pemimpin, dapat dibuat ilustrasi sebagai berikut: A yang Muslim dan B yang non Muslim. Maka sebagai Muslim, pilihlah pemimpin yang Muslim dan berprestasi. Sekalipun secara prestasi A masih kalah banyak tetapi tetap pilihlah A, bukan B. Pasalnya, pemimpin memiliki kewenangan luas untuk menunjuk orang-orang di sekitarnya untuk berprestasi.

Dalam hal memilih pimpinan, maka dapat dibuat ilustrasi sebagai berikut: pasangan A-B Muslim-non Muslim (sebagai contoh aktual pasangan cagub-cawagub DKI Jakarta Jokowi-Ahok) dan pasangan X-Y Muslim-Muslim (sebagai contoh aktual cagub-cawagub DKI Jakarta Foke-Nara) . Maka sebagai Muslim, pilihlah pasangan Foke-Nara, bukan Jokowi-Ahok, asalkan berprestasi.

Kecuali bila ada beberapa hal berikut ini:

1) Prestasi Jokowi-Ahok lebih menonjol dari pada Foke-Nara, maka sebagai Muslim pilihlah Jokowi-Ahok, bukan Foke-Nara.

2) Poin 1 dipilih asalkan Jokowi lebih powerfull  dari pada Ahok.

Powerfull yang dimaksud pada poin 2 adalah:

*) Jokowi lebih powerfull dalam menentukan kebijakan dari pada Ahok = Ahok tidak lebih powerfull dalam menentukan kebijakan dari pada B. Inilah alasan pertama dan utama.

Secara pribadi hingga detik ini, walaupun tidak memiliki hak pilih, saya mengamati bahwa Jokowi lebih powerfull dalam menentukan kebijakan dari pada Ahok. Walaupun ada cukup banyak tulisan mengenai perilaku Ahok yang membuat saya agak miris, karena berpotensi menggerus elektablitas Jokowi pada Pilgub DKI Jakarta putaran kedua, 20 September 2012 nanti. Oleh karenanya sebulan ke depan, kefenomenalan Jokowi diuji secara langsung oleh perilaku pasangannya itu. Bila Jokowi dan Tim Suksesnya gagal melewati ujian tersebut, maka saya hanya dapat mengidolakan Jokowi, tetapi tidak memilihnya. So, kita lihat hari demi hari kecerdasan masing-masing pasangan dan Timsesnya.

*) Prestasi adalah alasan berikutnya. Prestasi Jokowi lebih menonjol dari pada Ahok atau minimal setara.

Islam dan Muslim itu sepadan sebagaimana ditampilkan pada pribadi Baginda Nabi Muhammad Saw. sebagai suri tauladan umat Islam sedunia, bahkan beliau diturunkan ke Bumi ini sebagai rahmat bagi seluruh alam, bagi seluruh umat manusia. Dalam Islam, maksud seluruh manusia itu bukan juga berarti membenarkan adanya agama selain Islam yang dianut oleh umat manusia sekarang ini. Agama yang diridhoi Alloh hanyalah Islam.

Kenapa begitu? Mohon baca kembali: bisa saja orang-orang kafir berakhlak baik, seperti jujur, tidak korupsi, tidak berzina, berbuat baik dengan tetangga, menyantuni orang miskin, dll. Namun akhlak baik itu tidak cukup untuk menghapuskan status dia dari katagori orang kafir, manakala mereka tetap ingkar kepada Allah, atau ingkar kepada rosul-rosulnya termasuk Nabi Muhammad Saw. dan ajarannya.

Dalam Al-Quran Suroh Al-Maidah ayat 5: dihalalkan bagi kalian.....perempuan-perempuan yang terjaga kehormatannya dari Ahli Kitab (Yahudi / Nasrani). Artinya ada dari kalangan mereka yang secara manusiawi melakukan akhlak atau perilaku yang baik..
Kategorisasi manusia dalam hal mensikapi petunjuk dari Alloh SWT memang hanya dua: Bertaqwa dan Kafir (lihat suroh Al-Baqoroh ayat 2 s.d. 6). Dan kelompok kafir sendiri ada beberapa macam lagi, misalnya menurut sikap terhadap kitab-kitab yang pernah diturunkan: ada "Ahli Kitab" dan ada "Musyrikin" (lihat suroh Al-Bayyinah). Sementara dalam hal kesadaran mereka terhadap kebenaran adapula kategori "fasik", yaitu mereka yang sudah faham mana yang benar dan mana yang salah tapi tetap saja melakukan kerusakan (Al-Baqoroh ayat 26 dan 27).

Sebagai tambahan bacaan agar pemahaman kita lebih komprehensif mengenai Islam, maka bacalah halaman-halaman awal dalam Al-Qur'an dan terjemahannya terbitan Lembaga Percetakan Al Qur'an Raja Fahd, Saudi Arabia. Saya mendapati Al Qur'an tersebut di Masjid Kampus UGM. Dalam Al-Qur'an itu terpampang secara gamblang mengenai keistimewaan kitab suci Al-Qur'an dan keagungan Nabi Muhammad Saw. yang menjawab pertanyaan-pertanyaan kenapa harus diturunkan Al-Qur'an padahal sudah ada tiga kitab suci sebelumnya dan kenapa Nabi Muhammad Saw. diturunkan untuk semua kaum, seluruh umat manusia, bukan hanya suatu kaum saja?
Memang bila hati belum tercerahkan dan belum dapat hidayah Alloh Swt., maka memang sulit sekali. Saya pada umur 34 tahun baru mengalami pencerahan setelah melalui petualangan spiritual yang melelahkan: http://politik.kompasiana.com/2012/08/16/inilah-alasan-saya-memilih-pemimpin-muslim/.


Tiga macam persaudaraan

Persaudaraan ada tiga macam: 
1) persaudaraan berdasarkan iman (agama), 
2) persaudaraan berdasarkan bangsa, dan 
3) persaudaraan sesama manusia.

Seperti sudah saya singgung pada tulisan saya sebelumnya, bila pun di antara kita tidak bersaudara atas dasar iman (agama), maka masih ada 2 persaudaraan: persaudaraan berdasarkan bangsa, artinya kita adalah saudara sebangsa dan setanah air Indonesia dan persaudaraan sesama manusia, artinya kita adalah sama-sama manusia. Persaudaraan sebangsa dan setanah air termaktub dalam ungkapan: Hubbul wathon minal iman = mencinta tanah air itu sebagian dari iman. Persaudaraan sesama manusia, bahwa kita adalah sama-sama berasal dari kakek-nenek moyang manusia: Adam dan Hawa.
Walaupun saya sudah tercerahkan, tetapi masih terus belajar agar mencapai derajat orang yang bertaqwa sebagai tangga tertinggi (Muslim kaffah) manusia menurut Islam, tetapi tidak dibenarkan pula saya memaksakan agama Islam yang saya anut kepada non Muslim. Pasalnya,  Q.S. Al-Baqoroh [2]: 256 menyebutkan: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Kewajiban saya hanyalah mengajak, bukan memaksa. Pasalnya, hidayah itu merupakan hak Alloh, bukan hak manusia.

Yang berhak menentukan kafir tidak seseorang hanyalah Alloh SWT. Dan ini sudah jelas dalam Al-Qur'an. Tinggal kita masing-masing yang menilai diri sendiri apakah kita tergolong kafir atau bukan (termasuk yang mengaku Muslim sekalipun).






Buka juga :

Post a Comment

0 Comments