Istiwa Dalam Pandangan Bumi Datar |
Sampailah kita pada pembahasan istiwa, setelah mengetahui bahwasanya arsy adalah berupa atap surga seperti kubah di atas bumi, langit lapis ke tujuh. Permasalahan istiwa memang suatu pembahasan yang sangat sensitif karena dari sana kita akan terjebak pada suatu paradigma yang mau tidak mau harus mengambil jalan tengah agar tidak jatuh dalam pemahaman yang sesat seperti memujassimahkan (menyerupakan) Allah swt dengan makhluknya.
Tak sedikit dari saudara kita semuslim yang tergelincir dalam pemaknaaan yang sebetulnya harus kita hindari. Bukankah Allah swt telah berfirman :
فَاطِرُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِۚ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا وَمِنَ ٱلْأَنْعَٰمِ أَزْوَٰجًاۖ يَذْرَؤُكُمْ فِيهِۚ لَيْسَ كَمِثْلِهِۧ شَىْءٌۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ
(Allah) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu pasangan-pasangan dari jenis kamu sendiri, dan dari jenis hewan ternak pasangan-pasangan (juga). Dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat. (Ash-Syura 42:11)
Langit, bumi, beserta Arsy-Nya adalah makhluk Allah yang membutuhkan arah dan tempat. Sedangkan Allah tidaklah demikian, karena Dia tidak sama dengan makhluk-Nya. Maha suci Allah dari segala apa yang mereka sifatkan. Oleh karena itu Ahlussunnah mengatakan:
اللهُ مَوْجُوْدٌ بِلاَ مَكَانٍ وَلاَ جِهَةٍ
“Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah”.
Allah memang tidak membutuhkan tempat dan arah, lalu bagaimana cara kita memahami ayat yang menyatakan bahwa Allah bersemayam di atas arsy?.
Karena arsy-Nya ada di langit, maka tak heran jika ada segelintir orang, kemudian menyimpulkan bahwa Allah ada di langit pula. Padahal Allah berbeda dengan makhluk-Nya, dia tidak membutuhkan arah dan tampat.
Sungguh hal itu telah menunjukkan sebuah sikap yang secara terang terangan dan tanpa disadari telah menyerupakan Allah dengan makhluknya, dan itu bukanlah cermin dari golongan ahlussunnah wal jamaah. Maka dari itu, perlu suatu paradigma yang berbeda agar pemahaman ini tidak menyesatkan.
Oleh karena itu pada kesempatan kali ini, penulis akan mencoba menganalisanya tentang cara memahami bagaimana sebetulnya yang dimaksud Allah beristiwa itu. Kita akan mulai pembahasannya dengan membuka ayat al quran yang bersinggungan dengan bahasan istiwa. Setidaknya ada lebih dari satu ayat yang menegaskan istiwa-Nya Allah yaitu :
إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ يُغْشِى ٱلَّيْلَ ٱلنَّهَارَ يَطْلُبُهُو حَثِيثًا وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَٰتٍۭ بِأَمْرِهِۧٓۗ أَلَا لَهُ ٱلْخَلْقُ وَٱلْأَمْرُۗ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَٰلَمِينَ
Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Dia ciptakan) matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Mahasuci Allah, Tuhan seluruh alam. (Al-A’raf 7:54)
إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِۖ يُدَبِّرُ ٱلْأَمْرَۖ مَا مِن شَفِيعٍ إِلَّا مِنۢ بَعْدِ إِذْنِهِۧۚ ذَٰلِكُمُ ٱللَّهُ رَبُّكُمْ فَٱعْبُدُوهُۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
Sesungguhnya Tuhan kamu Dialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan. Tidak ada yang dapat memberi syafaat kecuali setelah ada izin-Nya. Itulah Allah, Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Apakah kamu tidak mengambil pelajaran? (Yunus 10:3)
ٱللَّهُ ٱلَّذِى رَفَعَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَاۖ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِۖ وَسَخَّرَ ٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَۖ كُلٌّ يَجْرِى لِأَجَلٍ مُّسَمًّىۚ يُدَبِّرُ ٱلْأَمْرَ يُفَصِّلُ ٱلْءَايَٰتِ لَعَلَّكُم بِلِقَآءِ رَبِّكُمْ تُوقِنُونَ
Allah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy. Dia menundukkan matahari dan bulan; masing-masing beredar menurut waktu yang telah ditentukan. Dia mengatur urusan (makhluk-Nya), dan menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kamu yakin akan pertemuan dengan Tuhanmu. (Ar-Ra’d 13:2)
ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِۚ ٱلرَّحْمَٰنُ فَسْئَلْ بِهِۧ خَبِيرًا
yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy, (Dialah) Yang Maha Pengasih, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada orang yang lebih mengetahui (Muhammad). (Al-Furqan 25:59)
ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِۖ مَا لَكُم مِّن دُونِهِۧ مِن وَلِىٍّ وَلَا شَفِيعٍۚ أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ
Allah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Bagimu tidak ada seorang pun penolong maupun pemberi syafaat selain Dia. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? (As-Sajdah 32:4)
هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِۚ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِى ٱلْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَاۖ وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari dalamnya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke sana. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hadid 57:4)
Memang benar pada ayat di atas, Allah beri-istiwa di atas langit, tapi tunggu dulu jangan salah paham, istiwa-Nya Allah diatas langit bukan serta merta berkenaan dengan dzat-Nya. Sebagian kaum muslimin terjerumus – kalau tidak mau dikatakan tersesat – pada pemaknaan istiwa Allah dengan dzatnya. Dzat Allah tidak boleh kita fikirkan bagaimana dzat Allah itu, karena Nabi SAW pernah bersabda :
تفكروا فى خلق الله ولا تفكروا فى الله فإنكم لن تقدروا قدره
Artinya: “pikirkanlah ciptaan Allah dan jangan kamu memikirkan Dzat Allah, karena kamu tidak dapat menjangkau-Nya.
Tentu jika kita mengatakan dzat Allah ada di langit, hal itu tak ubahnya kita mengatakan bahwa dzat Allah dapat dijangkau oleh fikiran kita karena berada dalam arah dan tempat. Maka dari itu untuk menjaga agar aqidah kita tidak terperangkap dalam pemaknaan tersebut. Penulis mempunyai interpretasi sendiri terhadap ayat ini.
Menurut al faqir istawanya Allah di langit bukan berkenaan dengan dzatnya, melainkan berkenaan dengan makhluk ciptaan-Nya. Sebagaimana dalam konsep bumi datar bahwa surga Allah berada di atas langit, sedangkan neraka-Nya berada di bawah bumi lapis ke tujuh.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud istiwanya Allah di atas arsy itu adalah berkenaan dengan rahmat-Nya yang Dia sediakan dan ditempatkan diatas langit lapis ke tujuh. Sebagaimana firman Allah swt telah :
ٱلرَّحْمَٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَىٰ
“(yaitu) Yang Maha Pengasih, yang bersemayam di atas ‘Arsy.” (Thaa Ha 20:5)
Perhatikan pada ayat diatas, bahwa yang bersemayam bukanlah dzat Allah melainkan ar-Rahman yakni (air) surga-Nya, yang terletak di atas lapis langit ke tujuh. Jika memang yang dimaksud adalah dzat Allah yang bersemayam di atas arsy, mengapa dalam ayat diatas Allah tidak menggunakan nama dzat-Nya secara tersendiri. Misalkan dengan lafadz:
الله على العرش استوا
“Allah yang bersemayam di atas arsy”
Mengapa Allah menggunakan lafadz Ar-Rahman. Jika dzat Allah dikatakan berada diatas arsy, berarti Allah tidak ada di bawah bumi lapis ketujuh (lokasi neraka) ? Itu artinya Allah mempunyai keterbatasan karena tidak bisa menempati semua tempat?. Jika kita menggunakan pemahaman seperti itu, maka itu batil dan menyesatkan. Maha suci Allah dari segala apa yang mereka sifatkan. Padahal Allah swt berfirman :
هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِۚ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِى ٱلْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَاۖ وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari dalamnya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke sana. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hadid 57:4)
Sudah sangat jelas bahwa ayat di atas yang dimaksud adalah Ar-Rahman alias rahmat Allah yang diletakkan diatas arsy bukan dzat-Nya sebagaimana yang dipahami oleh sebagian kaum muslimin. Karena dalam ayat diatas Allah mengatakan bahwa Dia bersama kita di mana saja kita berada karena dzat-Nya tidak dibatasi oleh arah dan tempat, dan bukan berarti Allah berada dimana mana, akan tetapi itu menunjukkan bahwa Allah ada tanpa tempat dan arah.
Untuk menguatkan argumentasi kami, mengapa istiwa yang dimaksud adalah rahmat (air surga) Allah yang ia letakkan diatas arsy adalah sabda Nabi Muhammad saw :
فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَسَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ وَفَوْقَهُ عَرْشُ اللَّهِ وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ
“Jika kalian hendak meminta/berdo’a maka mintalah surga Firdaus. Sesungguhnya dia adalah tengahnya surga dan surga yang tertinggi. Di atasnya ‘Arsy Allah dan darinyalah terpancar sungai-sungai di surga” (HR. bukhari no. 2790)
Jika masih ragu dengan pendapat kami bahwa istiwa-Nya Allah di atas arsy adalah berkenaan dengan rahmatnya (air surga) kami bawakan hadis lain yakni :
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ لَمَّا قَضَى الْخَلْقَ كَتَبَ عِنْدَهُ فَوْقَ عَرْشِهِ إِنَّ رَحْمَتِي سَبَقَتْ غَضَبِي
Telah menceritakan kepada kami [Abul Yaman] telah mengabarkan kepada kami [Syu’aib] telah menceritakan kepada kami [Abuz zinad] dari [Al A’raj] dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ketika Allah menetapkan penciptaan, Dia tulis di sisi-Nya di atas arsy-Nya ‘Rahmat-Ku lebih mendominasi kemurkaan-Ku’.” (Hadits Bukhari Nomor 6872)
Perhatikan pada bait hadis di atas pada potongan lafadz
رحمتي سبقت غضبي
“Rahmat-Ku lebih mendominasi kemurkaan-Ku”
Sudah jelas bahwa diatas arsy yang bersemayam adalah rahmatnya yang berupa surga sedangkan murkanya berada dibawah lapis bumi ke tujuh yakni neraka. Oleh sebab itu posisi rahmat-Nya dikatakan lebih mendominasi dari pada murka-Nya.
Karena itu jangan heran apabila kaum muslimin ketika berdoa selalu menengadahkan tangannya ke atas langit. Karena di langit itulah Allah meletakkan rahmat-Nya (surga). Dan dari sanalah Rahmat Allah itu diturunkan bagi hamba-Nya yang beriman dan bertaqwa. Sedangkan murkanya (neraka) berada di bawah bumi lapis ketujuh yakni diperuntukkan bagi hambanya yang mengingkari perintah-Nya.
Jadi sekali lagi dapat dikatakan bahwa bersemayamnya Allah di atas arsy bukan berkenaan dengan dzatnya, karena dzatnya tidak dibatasi oleh arah dan tempat. Yang bersemayam diatas arsy adalah berkenaan dengan Rahmatnya, yaitu berupa air surga yang terpancar darinya.
(wallahualam)
Buka juga :
0 Comments