Mengenal Kecanggihan Teknologi 5G |
Mengenal Kecanggihan Teknologi 5G
Apa itu 5G? Penjelasan tentang generasi nirkabel yang akan datang
Setiap satu dekade atau lebih, industri nirkabel meluncurkan standar komunikasi seluler yang mampu mentransmisi data lebih banyak dengan lebih cepat. Saat ini, babak selanjutnya tengah dalam pengembangan dan diberi nama 5G karena merupakan generasi kelima dari standar yang digunakan untuk menjelaskan dan mentransmisikan data melalui gelombang radio.
Generasi pertama, secara retroaktif disebut dengan 1G, sebuah sistem analog penuh untuk mentransmisikan suara. Sangat berbeda dengan pendahulunya, telepon 2G mentransmisikan suara dan data secara digital. Dalam generasi-generasi berikutnya, 3G pada tahun 2000 dan 4G pada tahun 2010, terjadi perbaikan teknis yang meningkatkan kecepatan data dari 200 kilobit per detik menjadi ratusan megabit per detik. Dengan semakin dekatnya tahun 2020, 5G diharapkan akan mampu mentransmisi 1 gigabit data per detik, atau bahkan 10 gigabit.
Kemampuan untuk mengirim dan menerima data sebanyak itu dengan sangat cepat membuka pintu peluang bagi sistem virtual reality dan augmented reality, begitu pun dengan otomatisasi.
Misalnya mobil kemudi otomatis akan mampu berkomunikasi dengan satu sama lain, dengan rambu-rambu jalan, lampu lalu lintas, rel pemandu dan elemen lain yang dapat dilihat oleh pengemudi manusia. Hal tersebut membutuhkan lompatan teknis lain yaitu mengurangi apa yang disebut sebagai “latensi” atau penundaan antara kapan sebuah sinyal dikirimkan dan kapan sinyal diterima menjadi 1 milidetik. (jika data jaringan adalah seberapa lebar sebuah selang taman maka latensi adalah berapa waktu yang dibutuhkan dari saat keran dinyalakan hingga air keluar pada ujung selangnya.)
Untuk mencapai kecepatan data tinggi dengan latensi rendah dibutuhkan perubahan teknis, termasuk pengiriman data yang menggunakan frekuensi radio yang lebih tinggi dan desain antena untuk mengurangi gangguan dengan banyaknya perangkat yang berkomunikasi dalam waktu yang bersamaan. Hal tersebut menjadikan jaringan 5G membutuhkan lebih banyak stasiun pangkalan–yang juga harus lebih kecil secara fisik dari menara seluler yang telah ada dan peletakannya dengan jarak yang lebih dekat. Stasiun pangkalan 5G mungkin akan diletakkan setiap 250 meter, bukan satu hingga lima km seperti yang dibutuhkan 4G.
Selain itu, sistem 5G juga menawarkan kemungkinan menyediakan koneksi yang terpercaya ke sejumlah besar perangkat nirkabel secara bersamaan. Hal ini memungkinkan terjadinya ekspansi besar jumlah penggunaan perangkat sehari-hari yang terkoneksi dengan internet seperti pengawasan nutrisi dalam tanah bagi petani, lokasi paket atau barang kiriman bagi perusahaan ekspedisi dan tanda-tanda vital untuk pasien rumah sakit.
Saat ini, jaringan 5G awal sedang diluncurkan di beberapa kota di Amerika. Olimpiade Tokyo pada 2020 diharapkan menjadi pameran pertama teknologi 5G secara lengkap. Antara sekarang dan nanti –atau bahkan kedepannya– perusahaan yang meluncurkan jaringan 5G akan menerapkan sambil terus mengembangkan teknologi baru ini, sebagaimana yang mereka lakukan pada generasi-generasi sebelumnya.
Akses data dengan teknologi 5G bisa 10 kali lebih cepat dari teknologi 4G yang ada saat ini. Seorang insinyur berdiri di bawah stasiun pangkalan antena 5G dalam sistem uji lapangan SG178 Huawei yang hampir membentuk bola di Pusat Manufaktur Songshan Lake di Dongguan, provinsi Guangdong, China, Kamis (30/5/2019). Kelanjutan pengembangan teknologi internet 5G sempat terdampak memanasnya pertikaian perdagangan dan antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Pemerintah AS telah memasukkan produsen ponsel asal Tiongkok yakni Huawei ke dalam daftar hitam (blacklist) produk yang tidak bisa masuk ke negara tersebu. Padahal Huawei saat ini sedang menyiapkan layanan jaringan 5G di beberapa negara, salah satunya di Indonesia. Rencananya, teknologi ini akan resmi diluncurkan pada 2020 saat perayaan Olimpiade di Jepang. Huawei sempat memprediksi 2,8 miliar orang mengadopsi teknologi 5G pada 2025 mendatang. Teknologi internet generasi kelima relatif baru untuk Indonesia mengingat jaringan termutakhir yang digunakan saat ini masih 4G (fourth generation). Huawei, Nokia, Samsung, hingga Verizon sejak beberapa tahun lalu sudah mulai membicarakan pengembangan 5G hal ini meski saat itu 4G baru digunakan. (Baca: Tak Pakai Teknologi Huawei, Eropa Butuh Rp 886 T untuk Kembangkan 5G) Meski belum dapat dibuktikan, teknologi 5G dipercaya memiliki banyak keunggulan, salah satunya kecepatan transfer data 800 gigabyte per detik (Gbps). Adapun penelitian pada 4G hanya mampu memindahkan data dengan kecepatan 100 megabyte (MB) hingga 1 gigabyte (GB) per detik. Dengan kecepatan 5G, pengguna internet bisa mengunduh (download) 33 film dengan kualitas high definition (HD) dalam hitungan detik. Sementara pada ponsel 4G, pengunduhan film kualitas HD bisa memakan waktu enam menit. Meski demikian, percobaan awal yang dilakukan Ericsson masih menghasilkan kecepatan transfer data 5 Gbps pada jaringan frekuensi 15 Gigahertz (Ghz). "Ini akan menjadi perubahan yang dramatis dan menjadi harmonisasi (penggunaan) spektrum (gelombang) radio," kata Profesor Rahim Tafazolli yang dikutip BBC pada 2014 lalu. Tafazolli sempat memimpin pusat inovasi 5G di Universitas Surrey, Inggris. Pemerintah Inggris bahkan mendanai penelitian teknologi anyar tersebut. Adapun gelombang radio yang dimaksud adalah medium pengiriman data dalam teknologi 5G. (Baca: Bantu Huawei, Pemerintah Tiongkok Keluarkan Lisensi 5G) Keunggulan lainnya adalah minimnya jeda saat proses transfer data (ultra low latency). Dalam teknologi 4G, angka jeda yang didapat saat transfer data mencapai 50 milidetik. Sedangkan teknologi 5G diklaim hanya memiliki angka jeda 1 milidetik. Minimnya delay akan membuat pengoperasian gawai berteknologi tinggi seperti virtual reality hingga kendaraan tanpa awak minim gangguan. Perbedaan lainnya, teknologi 5G memungkinkan banyak peralatan canggih terkoneksi internet secara bersamaan di satu waktu. Ini memungkinkan dunia lebih terkoneksi lagi dengan internet. Beberapa yang dapat terakses teknologi ini adalah peralatan rumah pintar hingga kendaraan. "Ini akan jadi hal berbeda dari yang kita biasa lihat," kata Kepala Federal Comunications Comission (FCC) Amerika Serikat saat 2015 yakni Tom Wheeler dikutip dari Vox. Tantangan Penerapan 5G di Indonesia Indonesia belum sepenuhnya siap menerapkan teknologi 5G saat ini. Jaringan selular cepat tersebut memiliki tantangan untuk dikembangkan di Tanah Air. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengatakan Indonesia belum memiliki model bisnis untuk jaringan internet 5G, khususnya pada segmen ritel. (Baca: Tarif Internet 5G Tiga Kali Lebih Mahal, Berat bagi Konsumen Retail) Menteri Kominfo Rudiantara mengatakan kecepatan jaringan 5G, yang 10 kali lipat dari jaringan 4G, berpotensi membuat pengguna internet membayar biaya tiga kali dari sekarang. Penggunaan 5G malah cocok bagi usaha atau korporasi lantaran biaya yang dapat ditanggung lebih besar. "Kalau kita diminta bayar tiga kali lipat dari biaya saat ini, pasti mikir,” kata dia beberapa waktu lalu. Rudiantara belum bisa memastikan kapan teknologi jaringan 5G bisa diterapkan di Indonesia. Saat ini pemerintah sedang menyiapkan aturan mainnya. Dia mengatakan pemerintah hanya sebagai regulator atau pembuat kebijakan yang tidak ketat (light touch regulation). Adapun, beberapa operator telekomunikasi yang sudah melakukan uji coba jaringan 5G di Indonesia adalah Telkomsel, XL, Indosat, dan Tri. Sementara, Smartfren akan melakukan uji coba jaringan tersebut pada Juni 2019 mendatang. Adapun Telkomsel sudah memperkenalkan teknologi 5G di Indonesia pada saat ASIAN Games, Agustus 2018 lalu. Saat itu, Telkomsel meluncurkan Telkomsel 5G Experience Center dengan memperkenalkan perangkat seperti Live Streaming, Football 2020, Future Driving, Cycling Everywhere dan Autonomous Bus.
Teknologi seluler generasi kelima, 5G, merupakan lompatan besar selanjutnya dalam kecepatan untuk perangkat nirkabel. Kecepatan ini mencakup tingkat pengguna seluler yang dapat mengunduh data ke perangkat mereka dan latensi atau kelambatan, yang mereka alami antara mengirim dan menerima informasi. Hadirnya 5G bertujuan untuk memberikan kecepatan data sebesar 10 hingga 100 kali lebih cepat dari jaringan 4G yang ada saat ini. Pengguna 5G dapat berharap bahwa kecepatan unduhan pada gigabit per detik (Gb/s), jauh lebih besar dari puluhan megabit per detik (Mb/s) kecepatan 4G. "Itu penting karena akan memungkinkan penggunaan aplikasi baru yang tidak mungkin pada hari ini," kata Harish Krishnaswamy, seorang profesor teknik elektro di Universitas Columbia di New York seperti dilansir dari live science. "Sebagai contoh, dengan kecepatan data gigabit per detik, Anda berpotensi mengunduh film ke ponsel atau tablet Anda dalam hitungan detik. Jenis kecepatan data itu dapat memungkinkan aplikasi realitas virtual atau mobil mengemudi otonom," lanjutnya. Selain membutuhkan kecepatan data yang tinggi, teknologi yang muncul yang berinteraksi dengan lingkungan pengguna seperti augmented reality atau mobil yang bisa mengemudi sendiri juga akan membutuhkan latensi yang sangat rendah. Karena alasan itu, tujuan 5G adalah untuk mencapai latensi di bawah tanda 1-milidetik. Perangkat seluler akan dapat mengirim dan menerima informasi dalam waktu kurang dari seperseribu detik, muncul seketika bagi pengguna. Untuk mencapai kecepatan ini, peluncuran 5G membutuhkan teknologi dan infrastruktur baru.
Tetapi karena semakin banyak pengguna memadati jaringan dan meminta lebih banyak data daripada sebelumnya, jalan raya gelombang radio ini menjadi semakin padat dengan lalu lintas seluler. Untuk mengimbangi, penyedia seluler ingin memperluas ke frekuensi gelombang milimeter yang lebih tinggi. Gelombang milimeter menggunakan frekuensi 30 hingga 300 gigahertz, yang 10 hingga 100 kali lebih tinggi daripada gelombang radio yang digunakan saat ini untuk jaringan 4G dan WiFi. Mereka disebut milimeter karena panjang gelombang mereka bervariasi antara 1 dan 10 milimeter, sedangkan gelombang radio berada di urutan sentimeter. Frekuensi gelombang milimeter yang lebih tinggi dapat menciptakan jalur baru di jalan raya komunikasi, tetapi ada satu masalah. Yakni gelombang milimeter mudah diserap oleh dedaunan dan bangunan, dan akan membutuhkan banyak Base Transceiver Station (BTS) yang berjarak dekat, yang disebut sel kecil. BTS adalah infrastruktur telekomunikasi yang memfasilitasi komunikasi nirkabel antara piranti komunikasi dan jaringan operator. Untungnya, jenis BTS ini jauh lebih kecil dan membutuhkan daya lebih kecil dari menara sel tradisional dan dapat ditempatkan di atas bangunan dan tiang lampu. Miniaturisasi BTS juga memungkinkan terobosan teknologi lain untuk 5G, yakni MIMO masif. MIMO adalah singkatan dari multiple-input multiple-output, dan mengacu pada konfigurasi yang mengambil keuntungan dari antena yang lebih kecil yang diperlukan untuk gelombang milimeter dengan secara dramatis meningkatkan jumlah port antena di setiap BTS. "Dengan sejumlah besar antena, puluhan hingga ratusan antena di setiap stasiun pangkalan, Anda dapat melayani banyak pengguna yang berbeda secara bersamaan, meningkatkan kecepatan data," kata Krishnaswamy. Di laboratorium IC (COSMIC) yang terletak di Columbia, Amerika Serikat, Krishnaswamy dan timnya merancang chip yang memungkinkan teknologi gelombang milimeter dan MIMO. "Gelombang milimeter dan MIMO masif adalah dua teknologi terbesar yang akan digunakan 5G untuk memberikan kecepatan data yang lebih tinggi dan latensi yang lebih rendah yang kita harapkan." kata Krishnaswamy. Baca juga: Ada Tren Rental Wifi Portabel untuk Liburan ke Luar Negeri, Sudah Coba? Apakah 5G berbahaya? Meskipun 5G dapat meningkatkan kehidupan kita sehari-hari, beberapa pengguna telah menyuarakan keprihatinan tentang potensi bahaya kesehatan. Banyak dari kekhawatiran ini adalah penggunaan 5G radiasi gelombang milimeter energi yang lebih tinggi. "Sering ada kebingungan antara radiasi pengion dan non-pengion karena istilah radiasi digunakan untuk keduanya," kata Kenneth Foster, seorang profesor bioteknologi di Pennsylvania State University. "Semua cahaya adalah radiasi karena itu hanya energi yang bergerak melalui ruang. Ini radiasi pengion yang berbahaya karena dapat merusak ikatan kimia," lanjutnya. Radiasi pengion adalah alasan kami memakai tabir surya di luar karena sinar ultraviolet gelombang pendek dari langit memiliki energi yang cukup untuk mengetuk elektron dari atomnya, merusak sel-sel kulit dan DNA. Gelombang milimeter, di sisi lain, tidak terionisasi karena memiliki panjang gelombang yang lebih panjang dan tidak cukup energi untuk merusak sel secara langsung. "Satu-satunya bahaya radiasi non-ionisasi adalah pemanasan yang terlalu banyak," kata Foster, yang telah mempelajari efek kesehatan dari gelombang radio selama hampir 50 tahun. "Pada tingkat paparan tinggi, energi frekuensi radio (RF) memang bisa berbahaya, menghasilkan luka bakar atau kerusakan termal lainnya, tetapi paparan ini biasanya hanya terjadi dalam pengaturan pekerjaan di dekat pemancar frekuensi radio berdaya tinggi, atau kadang-kadang dalam prosedur medis serba salah," katanya lagi. Pada tahun 2018, Program Toksikologi Nasional merilis penelitian selama satu dekade yang menemukan beberapa bukti peningkatan tumor otak dan kelenjar adrenalin pada tikus jantan yang terpapar radiasi RF yang dipancarkan oleh ponsel 2G dan 3G, tetapi tidak pada tikus atau tikus betina. Hewan-hewan itu terpapar ke tingkat radiasi empat kali lebih tinggi dari tingkat maksimum yang diizinkan untuk paparan manusia. Menurut Foster, banyak penentang penggunaan studi gelombang RF yang mendukung argumen mereka, dan sering mengabaikan kualitas metode eksperimental atau hasil yang tidak konsisten. Meskipun dia tidak setuju dengan banyak kesimpulan yang skeptis tentang generasi jaringan seluler sebelumnya, Foster setuju bahwa perlu penelitian lebih lanjut tentang dampak kesehatan potensial dari jaringan 5G. "Semua orang yang saya kenal, termasuk saya, merekomendasikan lebih banyak penelitian tentang 5G karena tidak ada banyak studi toksikologi dengan teknologi ini," kata Foster.
Teknologi telekomunikasi generasi kelima (5G) |
Teknologi telekomunikasi generasi keempat (4G) Long Term Evolution (LTE) baru setahun menggema di Tanah Air. Kini muncul teknologi generasi kelima (5G) dan diperkirakan mulai diimplementasikan di Indonesia pada 2020. Di Indonesia, teknologi 5G ini mulai diperkenalkan. Vendor perangkat telekomunikasi dari Tiongkok, ZTE, Kamis (19/11), mengundang Menkominfo Rudiantara, Ketua Masyarakat Telematika (Mastel) Kristiono untuk berdiskusi tentang tema “Next Generation Broadband5G”.
Presdir ZTE Indonesia Mei Zhonghua mengungkapkan, dibandingkan dengan jaringan 4G, teknologi generasi kelima (5G) dapat memberikan beberapa keuntungan lebih, seperti jumlah koneksi yang lebih besar, kapasitas 1000 kali lebih besar, throughput 10 kali lebih cepat, dan latency yang lebih rendah. “Selagi bersiap untuk teknologi jaringan yang baru, ZTE juga dapat memberi solusi bagaimana memaksimalkan teknologi pita lebar yang sudah ada,” kata Mei Zhonghua di Jakarta, akhir pekan lalu. ZTE, kata dia, menciptakan sebuah perangkat yang dapat meningkatkan level akses kapasitas jaringan secara menyeluruh dengan memanfaatkan sumber daya yang sudah ada, yaitu Massive MIMO. Massive MIMO ini memungkinkan operator untuk memenuhi tuntutan layanan data yang sangat besar dengan situs dan spektrum yang ada. Pada simulasi prakomersial, Massive MIMO dapat mengintegrasikan 128 antena (64 saluran independen) yang dapat menghasilkan kecepatan troughput 6 sampai 8 kali lebih besar. “Kami berharap dengan kehadiran teknologi 5G, dapat tercipta pemahaman yang mendalam mengenai teknologi 5G, tantangan yang ada, dan solusi yang dapat dilakukan untuk mempercepat penerapannya di Indonesia. Kami selalu berusaha untuk mendeliver teknologi terkini bagi masyarakat Indonesia, sehingga bisa bersaing secara global,” terang Mei. Namun, Menkominfo Rudiantara mengatakan, perkembangan dan dinamika teknologi tidak bisa dielakkan dari kehidupan manusia. Saking dinamisnya, manusia seolaholah dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi yang terjadi. Di Jepang, teknologi 5G diperkirakan baru bisa diimplementasikan pada 2020. Meski demikian, sisi positif dari perkembangan teknologi itu adalah kehidupan manusia semakin dipermudah, serta turut mengangkat taraf kehidupan ekonomi yang lebih baik. Di dunia telekomunikasi, pada saat masyarakat Indonesia baru mulai menikmati euforia teknologi 4G, kini hadir sudah hadir teknologi 5G. “Perkembangan teknologi itu selalu progress. Tugas kita adalah menyesuaikan dengan perkembangan teknologi yang ada. Berbicara mengenai teknologi 5G, sebenarnya kita harus sudah mulai untuk mempelajarinya, mulai dari bisnis modelnya seperti apa, dampaknya bagi masyarakat seperti apa, dan juga benefit yang kita peroleh itu seperti apa,” kata Rudiantara di Jakarta, Kamis (19/11). Oleh karena itu, lanjut dia, 5G harus dilihat dari kacamata konsumen sebagai pemakai dan juga para pemain industri dan juga regulasi yang mengaturnya. Semua ekosistem itu harus ballancing, sehingga mampu memberikan manfaat yang berguna bagi masyarakat. Menurut Rudiantara, melihat inisiatif dari para vendor teknologi dan juga operator telekomunikasi yang terus memantau perkembangan dinamika teknologi, Menteri yang biasa disapa Chief RA tersebut optimistis, setiap perkembangan teknologi yang terjadi mampu memperoleh solusi yang tepat untuk meningkatkan kualitas dan daya saing bangsa. Perluasan pembangunan infrastruktur pita lebar mutlak diperlukan dan menjadi salah satu prioritas Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bangsa. Rudiantara menyadari bahwa dalam penerapannya akan banyak ditemukan hambatanhambatan, seperti luas geografis negara Indonesia, pendanaan dan peningkatan pengetahuan di dalam masyarakat akan pentingnya pemanfaatan TTK di seluruh aspek kehidupan. “Namun, kami optimistis, apabila semua ini kita jalankan secara bersamasama,” ujar Rudiantara.
Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Kristiono mengungkapkan, tahun 2020 merupakan jangka waktu yang ideal bagi Indonesia untuk menerapkan teknologi 5G. Sebab, mulai saat ini, masyarakat, pelaku industri dan juga pemerintah diberi jangka waktu selama lima tahun untuk mempelajari teknologi 5G, bisnis model, menata regulasi, serta melakukan edukasi kepada masyarakat tentang menfaat teknologi 5G. “Walaupun saat ini kita masih di generasi keempat (4G), tetapi generasi kelima (5G) akan dimanfaatkan dalam lima tahun lagi. Itu justru pentingnya di situ. Kita jangan tunggu teknologi ini sudah mau dikomersil baru kita beli. Berarti kita akan terlambat dan kita tidak bisa mengambil peran yang signifikan,” kata Kristiono. Menurut Kristiono, operator di Indonesia harus berperan dari awal, dan secara serius mengikuti perkembangan dan langsung terlibat di dalamnya. “Kita harus memikirkan secara lebih luas. Regulasinya bagaimana? Bisnis modelnya bagaimana? Jangan hanya sebagai konsumen teknologi, apalagi hanya sebagai importir teknologi,” tutur mantan dirut PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) ini. Kristiono mengugkapkan, langkah konkret yang harus dipersiapkan dalam jangka waktu lima tahun ke depan adalah, pemerintah harus membentuk forum yang bersifat tetap. Forum itu terdiri atas pemerintah, pelaku industri, masyarakat dan juga para akademisi. Tujuannya, mempelajari, melakukan riset, serta melakukan benchmark dengan negara lain, untuk menemukan bisnis model yang tepat terkait dengan teknologi 5G ini. “Saya pikir tahun 2020 itu waktu yang tepat buat kita untuk mulai mengadospi teknologi 5G. Oleh karena itu, kita harus mempersiapkan mulai dari sekarang. Kita bekerja sama mulai dari pemerintah, pelaku industri dan juga masyarakat sendiri,” ungkap Kristiono.
Akses Internet 5G akan direalisasikan untuk smartphone tahun 2020. Ini menyusul adanya kesepakatan dari United Nations atau PBB.Seperti dikutip dari Digitalspy, Minggu (1/11/2015), seorang ahli komunikasi radio dari PBB telah menyusun roadmap untuk pengembangan teknologi akses Internet 5G.Dengan membuka jalan peluncuran dalam waktu lima tahun ke depan, pengguna ponsel pintar bisa mengakses Internet cepat 5G tersebut.Secara teoritis, menurut ahli komunikasi radio, generasi kelima jaringan nirkabel untuk komunikasi mobile tersebut dikatakan mampu memberikan kecepatan hingga 1.000 kali lebih cepat dari akses Internet 4G.Namun, penelitian untuk 5G lebih lanjut masih diperlukan. Sebagaimana handset Samsung telah melakukan uji coba akses Internet 5G tahun lalu, yang mencapai kecepatan puncak 7.5 Gbps, atau 30 kali lebih cepat daripada koneksi 4G rata-rata.Jaringan akses Internet 5G diklaim akan menjadi kunci untuk mengembangkan teknologi lain, seperti Internet of Things (IoT) dan mobil driverless. Diharapkan smartphone Iphone 9 dan Samsung Galaxy S11 mampu menanganinya.Sementara itu, Indonesia masih fokus pengembangan akses Internet 4G dibanding 5G. Padahal di negara lain seperti Jepang dan Korea Selatan tengah bersiap menyambut kehadiran 5G.Dikutip dari dari Detik, Minggu, Menkominfo Rudiantara mengaku belum menyiapkan model bisnis bagi akses Internet 5G karena implementasi dari teknologi generasi kelima itu masih membutuhkan waktu yang lama.“Jepang saja baru menikmati layanan 5G tahun 2020. Kita bisa lebih lama karena belum adanya model bisnis 5G yang siap digunakan Indonesia. Jadi kita fokus ke 4G saja dulu,” kata menteri yang akrab disapa Chief RA itu di Sinabang.Diungkapkannya, negara maju seperti Jepang membangun teknologi akses Internet 5G dengan target selesai tahun 2020 untuk dimanfaatkan dalam Olimpiade. Begitu dengan Korea Selatan yang menargetkan pengembangan 5G beberapa tahun mendatang.“Kalau kita fokus dulu ke 4G. Kita ingin tata ulang pita frekuensi 1.800 MHz cepat selesai agar akses Internet 4G dirasakan masyarakat. 2018, kita maunya semua ibukota kabupaten itu sudah broadband,” tegasnya.Hal lain yang menjadi prioritas dari pemerintah adalah backbone berbasis kabel optik hingga ibu kota kabupaten, kotamadya dan kecamatan-kecamatan.“Kita masih punya daerah-daerah yang masih tercecer. Belum lagi di daerah perbatasan yang masih belum ada sinyal seluler. Saya tengah menjalankan pilot project bekerja sama dengan Pemda dan Kominfo yang subsidi transmisi. Pokoknya saya ingin infrastruktur telekomunikasi itu sebagai salah satu simbol kedaulatan negara di perbatasan,” pungkasnya.
Buka juga :
0 Comments