Corona dan “Qorna”, Adakah Persamaannya |
Corona dan “Qorna”, Adakah Persamaannya
Oleh: Usin S. Artyasa
Beberapa hari belakangan ini, sedang ramai bereda di WA tentang kata “corona” yang dikaitkan dengan konsep “qorna” dalam Al Quran. Supaya tidak terkesan proses “cocoklogi”, baiklah kita bahas saja menurut pendekata tafsir. Harapannya, dengan pendekatan tafsir tidak ada kesimpang siuran tentang dua kata tersebut. Bahwa ada “kesamaan” konteks kekiniaan, mungkin saja.
Simaklah ayat berikut.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا، الأحزاب: 33
Dan, hendaklah kamu (kaum wanita) tetap di rumahmu. Dan, janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dulu. Dan, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya, Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dariamu, hai ahlul bait, dan membersihkanmu sebersih-bersihnya (QS 33: 33).
Tentang ayat ini, Ibnu Katsir berkata:
(وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ): الزمن بيوتكن فلا تخرجن لغير حاجة. ومن الحوائج الشرعية الصلاة في المسجد بشرطه، كما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "لا تمنعوا إماء الله مساجد الله، وليخرجن وهن تَفِلات" وفي رواية: "وبيوتهن خير لهن"
Diamlah kamu di rumahmu dan janganlah keluar rumah kecuali karena suatu keperluan. Termasuk keperluan yang diakui oleh syariat ialah menunaikan salat berjamaah di masjid berikut semua persyaratan¬nya, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Saw.: “Janganlah kalian melarang hamba-hamba perempuan Allah dari masjid-masjid-Nya, dan hendaklah mereka keluar dalam keadaan berpakaian yang tertutup rapi. Riwayat lain: Tetapi rumah-rumah mereka itu lebih baik bagi mereka”.
Tentang kata “qorna”, ada perbedaan pendapat terkait denga nasal usulnya. Pertama, kata “qorna” berasal dari kata “iqrorna” yang artinya “menempati, tinggal, atau berada di sebuah tempat secara mantap atau tetap”. Kedua, kata “qorna” berasal dari kata “qorro” (yang menghasilkan kata “qurroh”) dengan makna “merasa tenang hati, atau menyenangkan hati”. Jadi, menurut pendapat ini, kalimat “wa qorna fî buyûtikunna …” artinya biarlah rumah kalian yang akan menjadi tempat yang menyenangkan hati. Ketiga, kata “qorna” berasal dari kata “qorôr” artinya berada di sebuah tempat alias menetap. Rahim disebut “qorôr al makîn”, tempat yang nyaman, tetap, dan tenang bagi bayi. Jadi, menurut pendapat ini, kalimat “wa qorna fî buyûtikunna …” berarti “hai para istri Nabi Saw., diamlah kalian di rumah dan jangan keluar …”.
Jadi, kata “qorna” berbentuk perintah kepada kaum perempuan (baca: istri Nabi Saw.) untuk diam di rumah dengan serangkaian amalan yang harus mereka lakukan, dan jaminan yang Allah janjikan jika mereka melakukan apa yang Allah perintahkan. Huruf “na” pada kata “qorna” menunjuk pada objek berjenis kelamin perempuan (muanats). Dan, kaum perempuan yang dimaksud adalah para istri Nabi Saw.—lihat ayat sebelumnya.
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا، الأحزاب: 32
Ayat di atas diawali oleh kalimat “yâ nisâ’a an nabiyyi …”, yang kemudian ditindaklanjuti dengan perintah Allah melalui kalimat “wa qorna fî buyûtikunna …” (QS 33: 33). Seperti biasa, “uslub” Al Quran itu selalu menggunakan pola berpasangan. Misalnya, antara perintah dengan balasan atau janji pahala. Atau, larangan dengan ancaman azab. Berikut syarat-syarat amal yang harus dilakukan untuk mendapatkan balasan pahala itu (al ajr).
Untuk melengkapi pembahasannya, Ibnu Katsir bahkan melengkapinya dengan sebuah hadis dari Abubakar al Bazzari:
قَالَ الحافظ أبو بكر البزار: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّق، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنِ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ بروْحَة رَبِّهَا وَهِيَ فِي قَعْر بَيْتِهَا".
Abubakar Al-Bazzar berkata: telah bercerita kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah bercerita kepadaku Amr ibnu Asim, telah bercerita kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Muwarraq, dari Abdul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. dari Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya (tubuh) wanita itu adalah aurat. Maka apabila wanita itu keluar, setan datang menyambutnya. Dan tempat yang paling dekat bagi wanita kepada rahmat Tuhannya ialah bila ia berada di dalam rumahnya.
Mengomentasi ayat tersebut (QS 33: 33), Sayyid Quthb menulis: “Kata ‘qorna’ berasal dari ‘waqoro yaqoru’ yang bermakna berat atau menetap. Tapi, bukan itu yang dimaksud. Kalimat itu memberi isyarat bahwa rumah mereka itu merupakan fondasi yang kokoh dan utama bagi kehidupan mereka. Rumah mereka menjadi tempat yang utama bagi kehidupannya. Maka, tidak seharusnya mereka merasa berat untuk berdiam diri dan menetap di dalamnya” (Juz 27: 262) .
Jika disimpulkan, QS 33: 33 ini tidak bisa dipisahkan ayat sebelumnya (previously text, QS 33: 32) dan sesudahnya (QS 33: 34), termasuk dengan konteksnya saat ayat itu turun. Setidaknya, ada beberapa kesimpulan:
Satu, QS 33: 32 menegaskan bahwa para istri Nabi Saw. memiliki kekhususan posisi di mata Allah dan umatnya. Maka, diingatkan untuk menjaga: hati agar tidak terjangkiti penyakit batin, dan lisan agar tidak sembarangan berbicara.
Dua, untuk melakukan terapi itu, mereka disarankan untuk melakukan “lockdown” dalam bentuk “stay at home”. Tapi, diamnya mereka di rumah harus dibarengi amalan: mendirikan sholat dan membayar zakat sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Kalau pun keluar, mereka tidak boleh “bertabarruj”, yaitu memperlihatkan lekuk tubuh, alias menutup aurat.
Tiga, jika melakukan amalan di atas, Allah memberi mereka jaminan: dihapus semua dosa, dibersihkan sebersih-bersihnya.
Jika demikian halnya, adakah hubungan antara istilah “corona” dengan “qorna” pada ayat di atas? Tidak ada sama sekali. Tapi, bahwa ada “kesamaan” tentang konsep “lockdown” mungkin saja. Manfaatnya pun mungkin bisa sama: untuk menyelematkan manusia dari kejahatan—dengan segala macam bentuknya.
Demikian pembahasan masalah “corona” dengan “qorna” ini perlu disebarluaskan agar kita tidak terjebak pada pemaksaan kehendak untuk mencocokan sesuatu secara paksa. Sekali lagi, jika ada kesamaan konsep dan keadaan, itulah hebatnya Al Quran, firman Allah yang tidak akan pernah tandingannya.
Buka juga :
0 Comments